‘Kuning’ Kian Luntur di Sulsel

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dominasi Partai Golkar di Sulawesi Selatan, segera berakhir. Berdasarkan perhitungan riil sementara, perolehan kursi partai berlambang pohon beringin di parlemen, akan kalah dari Partai NasDem.

Bertahun-tahun dalam kontestasi politik, khususnya pemilu, Sulsel selalu menguning--warna khas Partai Golkar. Tapi, pada Pemilu 2024, kejayaan dan kekokohan akar beringin akhirnya tercerabut.

Tak bisa dibantah bila Partai Golkar di Sulawesi Selatan tetap mengakar pasca-Era Reformasi. Kader Golkar selalu menduduki pucuk pimpinan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel. Kepala-kepala daerah juga kerap didominasi oleh kader Golkar. Sulsel kerap disebut sebagai lumbung Partai Golkar.

Namun, melihat hasil sementara pada Pemilu kali ini, pengaruh Golkar mulai luntur dengan gagalnya sejumlah kader meraih kursi signifikan. Perolehan suara partai dan caleg Golkar disalip oleh kader dan partai lain. Kursi pimpinan DPRD yang selama ini dalam penguasaan Golkar, sebentar lagi berpindah posisi.

Bendahara Golkar Sulsel, Andi Ina Kartika Sari menyorot serius perolehan suara Golkar di daerah ini. Dia mengaku merasa prihatin karena caleg-caleg Golkar gagal mempertahankan kursi ketua parlemen.

"Hilangnya kursi ketua dari Partai Golkar di DPRD Sulsel baru terjadi pasca reformasi. Sejak zaman senior duku, Partai Golkar selalu unggul dan sekarang, posisi itu akan berpindah ke partai lain," ujar Andi Inal, Senin (26/2/2024).

Andi Ina saat ini masih menjabat sebagai Ketua DPRD Sulsel. Dia juga memecahkan rekor sebagai wanita pertama di Sulsel yang menduduki pimpinan utama di lembaga wakil rakyat itu. Pada Pemilu ini, Andi Ina tak maju menjadi caleg karena tengah mempersiapkan diri sebagai calon kepala daerah di Kabupaten Barru.

"Sulsel selalu menjadi lumbung Golkar di setiap pemilu dan pilkada karena infrastruktur partai bergerak dan bekerja maksimal," imbuh Andi Ina.

Andi Ina mengatakan sangat berharap jabatan yang saat didudukinya dapat 'diwariskan' kepada kader Golkar lainnya. Hanya saja, harapan itu bakal kandas akibat jebloknya perolehan suara caleg-caleg Golkar.

"Sebagai kader Golkar saya merasa sangat sedih karena Golkar tidak dapat mempertahankan kursi ketua DPRD Sulsel di pemilu ini," imbuh Andi Ina.

Meski begitu, Andi Ina tetap mengapresiasi kerja keras seluruh caleg Golkar di tingkat provinsi maupun daerah. Menurut dia, kader Golkar sudah bekerja sangat maksimal untuk memperoleh dukungan pemilih.

"Saya yakin semua caleg sudah bekerja sungguh-sungguh, mereka telah bekerja keras, mereka telah bekerja dengan baik di dapil masing-masing dan hal itu patut dihargai dan diapresiasi meskipun hasilnya kalah. harus kita terima," ujar Andi Ina.

Dia mengatakan, perolehan kursi pada pemilu kali ini akan menjadi bahan evaluasi di internal Golkar Sulsel. Menurut sia, Golkar Sulsel kemungkinan hanya bisa mendapat 13-14 kursi.

"Inilah, sekali lagi yang akan menjadi evaluasi bagi kami di internal Golkar dan tentunya kami tidak boleh saling menyalahkan. Semua telah berupaya maksimal. Pun, kekalahan ini harus diterima dengan lapang dada dan insyaallah pemilu yang akan datang kemenangan itu akan direbut kembali," ujar Andi Ina.

Berdasarkan data per 26 Februari 2024, pantauan di laman pemilu2024.kpu.go.id, pukul 17.30 wita, perolehan suara sementara Partai NasDem bertahan di posisi teratas. Sementara Gerindra menempati posisi kedua menyalip Golkar.

Atau dengan rincian perolehan suara Partai NasDem sebanyak 17,35 persen atau 477.088 suara. Kemudian di urutan kedua Partai Gerindra sebanyak 15,49 persen atau 425.815 suara, dan Partai Golkar meraih 15,15 persen atau 416.635 suara.

NasDem tampil mendominasi di wilayah Ajatappareng. Adapun Gerindra jadi jawara di wilayah Bone, Soppeng, dan Wajo. Sementara Golkar mempertahankan dominasi di Luwu Raya, Tana Toraja, dan Toraja Utara.

Anjloknya perolehan kursi Golkar di DPRD Sulsel berimbas pada Pemilihan Gubernur 2024. Golkar dipastikan harus mencari partai untuk berkoalisi mengusung kandidat. Syarat untuk dapat mengusung kandidat adalah minimal 17 kursi.

Sekretaris Golkar Sulsel, Marzuki Wadeng mengatakan target 17 kursi mustahil bisa diraih. Menurut dia, berdasarkan hitungan internal, Golkar Sulsel sudah bisa mengunci 14 kursi.

"Kami harap ada dapil bisa bertambah lagi. Syukur sekarang dari 13 menjadi 14. Semoga bisa menuju 15 kursi," ujar Marzuki.

Politikus gaek itu mengatakan, kekalahan Golkar kali ini sudah biasa dalam politik. Dia mengatakan, seluruh kader telah bekerja keras dan maksimal.

"Tapi ternyata kompetitor lain juga menggebu-gebu. Namanya juga kompetisi," ujarnya.

Mengenai persiapan Pilgub Sulsel, Marzuki mengaku ada mekanisme dalam internal Golkar. Dia mengatakan, belum ada nama yang pasti untuk diusung meski sudah banyak figur kader yang mengemuka. Bahkan, Golkar mempersiapkan rekomendasi kepada beberapa figur seperti Taufan Pawe, Nurdin Halid, Ilham Arief Sirajuddin, Adnan Purichta Ichsan, dan Indah Indriani Putri.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan NasDem bisa menyalip Golkar pada pemilu kali ini.

"Pertama mungkin adanya peningkatan daya saing dari para kandidat yang diusung NasDem di daerah-daerah basis Golkar. Dalam hal ini terkait misalnya kekuatan dari para caleg yang diusung NasDem yang betul-betul mengakar pada basis-basis suara tersebut," kata Sukri.

Selain itu, melejitkan suara Partai NasDem di Sulsel juga disebut tidak lepas dari "ekor jas" atas dukungannya terhadap Anies Baswedan. Keterlibatan mantan Gubernur DKI Jakarta dinilai secara tidak langsung ikut berkontribusi dalam melejitnya elektabilitas Partai NasDem di Sulsel utamanya.

Selain itu, kata Sukri, popularitas dan kelihaian caleg Partai NasDem dalam memaksimalkan pendekatannya ke pemilih juga disebut menjadi faktor tingginya suara yang diperoleh dalam Pileg kali ini.

"Ketiga mungkin terkait dengan kemampuan Caleg NasDem untuk memaksimalkan kondisi-kondisi yang ada di lapangan, sehingga masyarakat pemilih kemudian mendukung mereka. Saya Kira ini juga kejelian NasDem untuk memilih kandidat yang dicalonkan untuk dimajukan caleg sehingga punya kemampuan untuk mendulang suara lebih besar," ujar dia.

Sedangkan caleg Partai Golkar dinilai meski kebanyakan bukan pendatang baru dalam politik namun sebaliknya kelihaian dalam melihat peluang kalah unggul dari caleg Partai NasDem.

"Kalau aktor caleg Golkar atau orang-orang yang dimajukan rata-rata yang punya pengalaman, bukan orang baru, kalaupun orang baru pasti punya basis. Kalau pun tidak berhasil, ya, mungkin strategi pendekatan mereka yang tidak seefektif seperti yang dilakukan NasDem, misalnya strategi di lapangan," ujar Sukri.

Meski dalam Pilpres Capres-Cawapres yang diusung Partai Golkar menang jauh dari partai usungan NasDem, namun hal tersebut dinilai tak berdampak pada popularitas caleg yang diusungnya di daerah-daerah. Ada perbedaan pilihan antara partai pengusung dengan figur capres-cawapres yang dipilih masyarakat.

Apalagi dalam beberapa kegiatan kampanye Prabowo-Gibran disebut tidak pernah menonjolkan partai-partai pengusungnya. Termasuk partai yang dipimpin Prabowo yakni Partai Gerindra itu sendiri.

"Mungkin bisa jadi ini juga implikasi dukungan Golkar kepada Prabowo-Gibran yang tidak membawa efek ekor jas pada mereka yang tidak terlalu signifikan. Dan barangkali justru memberi efek yang kurang bagus, kurang memberikan dorongan karena selama ini Prabowo tidak pernah berkampanye menyebutkan nama partai, bahkan Gerinda juga tidak pernah disebut seingat saya," tutur Sukri.

"Jadi mungkin itu, termasuk pendekatan kepada masyarakat, strategi kurang maksimal karena barangkali percaya diri dan kurang maksimal turun ke lapangan. Karena banyak diantara mereka adalah orang yang sudah malang melintang di politik sehingga merasa bahwa akan banyak dukungan," imbuh dia.

Dukung Hak Angket

Sementara itu, kisruh hasil Pemilu 2024 terus bergejolak. Dua kubu di DPR kian deras menggulirkan angket. Sebagian pihak mewanti-wanti agar hak angket tidak melebar jadi pemakzulan presiden, atau pembatalan hasil pemilu.

Juru Bicara Tim Pemenangan Daerah (TPD) AMIN Sulsel, Asri Tadda, menilai bahwa hak angket ini merupakan pilihan paling konstitusional untuk mengevaluasi kembali pelaksanaan Pemilu 2024.

"Ini bukan soal siapa yang menang atau kalah, tapi mengenai Pemilu sebagai sarana demokrasi yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tanpa ada kecurangan," ujar Tadda.

Dia mengatakan bahwa pengajuan hak angket ini menjadi sangat penting karena hal ini akan menjadi upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik atas penyelenggaraan Pemilu oleh pemerintah.

"Kalau soal perselisihan pemilu, jalurnya memang terbaik lewat MK. Tapi saat ini yang jadi keluhan terbesar adalah soal kualitas pemilu yang rasa-rasanya jauh dari harapan akibat cawe-cawe pemerintahan sejak awal," imbuh dia.

Adapun, Ketua Tim Pemenangan Daerah (TPD) Ganjar-Mahfud (GAMA) Sulsel, Udin Saputra Malik mengatakan pengajuan hak angket oleh DPR memang sangat penting. "Hal itu, sebagai upaya memeriksa atas indikasi-indikasi kecurangan pemilu," ujar dia.

Udin mengatakan, bahwa pengguliran hak angket ini akan menjadi edukasi politik yang akan mendewasakan proses berdemokrasi agar lebih baik lagi ke depan.

"Saya rasa hak angket ini memang perlu diajukan. Bukan hanya untuk memeriksa indikasi kecurangan pemilu. Tetapi juga memberikan edukasi politik untuk mendewasakan demokrasi di negara kita," ucap Udin.

Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran Sulsel Andi Damisnur, mengatakan bahwa pengajuan hak angket atas pemilu ini merupakan hak DPR. Pihaknya, kata dia, menyerahkan sepenuhnya hak tersebut DPR RI.

"Tapi, kan, sampai saat ini real count KPU itu baru sampai 75 persen. Dari 02 kita ikuti saja perkembangannya, itu haknya (DPR) dan tidak boleh dihalangi," kata Damisnur.

Dia mengatakan bahwa proses pengajuan hak angket tersebut masih akan panjang mengingat hasil pemilu saat ini belum diketahui pasti. Adapun ketika hasil pemilu dipastikan, kata dia, hak angket hanya berupa rekomendasi kepada pihak penegak hukum untuk melakukan identifikasi adanya kecurangan pemilu.

"Hak angket itu hanya mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan di mana letak pelanggaran dan kecurangannya. Dan itu oleh penegak hukum," ujar dia.

Menurut dia, pengajuan hak angket ini adalah bentuk ketidakpuasan paslon lain terhadap hasil sementara yang menunjukkan selisih jauh antara suara Prabowo-Gibran. Kendati demikian, dia mengatakan tidak bisa menghalangi sebab hak angket merupakan hak DPR.

"Kalau dari pihak kami sesuai saja dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kalau pihak lain ada yang merasa dicurangi, ya, itu hak mereka," imbuh Damisnur.

Direktur Profetik Institute Muhammad Asratillah mengatakan angket adalah salah satu hak dari anggota DPR-RI yang diatur oleh undang-undang. Menurut dia, hak berupa penyelidikan jika pemerintah dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap UU atau konstitusi.

"Saya pikir, bergulirnya usulan hak angket, mesti dilihat sebagai bagian lumrah dalam demokrasi kita. Sebagai bagian upaya melakukan check and balance dari pihak legislatif ke pihak eksekutif," kata Asratillah.

Pengajuan hak ini juga, kata dia, secara tidak langsung akan memperkuat posisi lembaga legislatif dalam hal ini DPR di mata masyarakat dan di hadapan pihak eksekutif.

"Dan secara tidak langsung akan memperkuat pihak legislatif di hadapan eksekutif, karena memang selama ini ada indikasi penggelembungan kekuasaan pihak eksekutif dalam mengelola kehidupan bernegara," imbuh dia.

Kalaupun ada motif politik di balik usulan hak angket ini, Asratillah mengatakan masyarakat mesti menganggap itu sebagai hal-hal yang wajar. Karena, lanjut dia, pada dasarnya lembaga legislatif adalah lembaga politik yang diisi oleh anggota-anggota partai politik.

"Selama latar belakang diusulkannya hak angket dianggap bisa membawa maslahat bagi kehidupan bangsa, maka sekali lagi setiap pihak mesti menganggapnya sesuatu yang built in dalam politik demokrasi," ujar dia.

Dia menjelaskan, jika memang para peserta pemilu dan pihak DPR RI menganggap ada semacam tindakan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) maka bukti-bukti kecurangan yang ada bisa dibawa ke meja Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ataupun pihak DPR bisa menggunakan haknya untuk memanggil dan meminta keterangan pihak-pihak yang dianggap terlibat dalam kemungkinan kecurangan Pemilu," imbuh Asratillah. (suryadi-fahrullah-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan