Legislator Mundur, Kepala Daerah Cuti

  • Bagikan
Ilustrasi Pemilu Serentak 2024

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Calon legislatif (Caleg) terpilih pada Pemilu 2024 harus mengundurkan diri jika ingin maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Pengunduran diri itu dilakukan pasca pelantikan sebagai anggota DPD, DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, maupun DPR RI.

Ketentuan tersebut merupakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa calon anggota legislatif yang hendak mengajukan diri sebagai calon kepala daerah harus mengundurkan diri.

Namun, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 diketahui tahapan pencalonan dimulai tanggal 27-29 Agustus 2024, penetapan pasangan calon kepala daerah pada 22 September 2024, dan tahapan pemilihan 27 November 2024. Sementara itu, pelantikan caleg yang terpilih baru dilakukan pada Oktober 2024.

Sehingga akan timbul, caleg terpilih belum dilantik, tapi sudah disuruh mengundurkan diri karena ikut Pilkada. Tak hanya itu, Penjabat (Pj) kepala daerah juga harus mundur lima bulan sebelum pelaksanaan pilkada, jika ingin ikut bertarung. Adapun kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) yang mencalonkan diri di Pilkada November 2024 hanya cuti.

Caleg DPRD Sulsel terpilih Tasming Hamid (TSM) bersedia meninggalkan kursi empuknya parlemen. "Kalau itu perintah partai pasti kami siap untuk menjalankan. Kalau konsekuensinya harus mundur kita harus mundur," kata Tasming Hamid.

TSM yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua DPRD Parepare mengaku tengah melakukan penjajakan dengan partai-partai lain. Adapun NasDem diketahui hanya meraih tiga kursi di Pileg 2024, sementara syarat untuk maju minimal mendapatkan dukungan paling sedikit 5 kursi.

"Kita tahu bersama NasDem hanya 3 kursi jadi masih butuh 2 kursi. Saat ini kami juga sementara melakukan komunikasi dengan partai-partai lain," ujarnya.

Caleg terpilih DPRD Sulsel dari Partai Golkar, Munafri Arifuddin (Appi) mengaku masih menunggu perintah partai untuk menyatakan sikap maju di Pilwali Makassar pada November 2024 nanti.

"Meskipun saya telah mengantongi surat tugas dari DPP Partai Golkar untuk bertarung di Pilwali Makassar," katanya.

Appi mengatakan, apabila surat tugas DPP Partai Golkar yang diterimanya telah berubah menjadi rekomendasi usungan di Pilwali Makassar, ia siap tinggalkan kursi DPRD Provinsi.

Meski Appi yang meraih 29.803 suara di Dapil 1 DPRD Sulsel (Makassar A) menguat mengisi unsur pimpinan DPRD Provinsi dari Partai Golkar.

"Kalau diamanahkan oleh partai, diberikan kepercayaan oleh partai untuk jalan ke sana (maju Pilwali Makassar), partai harus kita dahulukan. Kalau partai bilang maju, tidak ada alasan, mau jadi apapun di sana (di DPRD Sulsel), tinggalkan untuk itu," tegas Ketua DPD II Golkar Makassar itu.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NasDem Sulsel, Syaharuddin Alrif, memastikan dirinya siap maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sidrap November 2024 nanti.

“Bismillah SAR maju Pilkada Sidrap atas perintah partai dan ketua NasDem Rusdi Masse dan wakil bendahara umum DPP NasDem H Fatmawati Rusdi,” kata Syahar.

Ia juga mengaku telah meminta izin ke Ketua Umum NasDem Surya Paloh untuk maju di Pilkada Sidrap nanti. “Saya juga sudah minta izin ke Ketua Umum NasDem H Surya Paloh dan Sekjen NasDem,” ujarnya.

Menurutnya, menjadi konsekuensi jika caleg terpilih mundur atau tidak maju pilkada. Oleh sebab itu masih menunggu resmi pengumuman aturan KPU sebagai dasar pilkada. "Yang jelas saya sekarang fokus pilkada Sidrap 2024, kaitan aturan mundur atau tidak bagi caleg terpilih, nanti ada aturan KPU," katanya.

Ia mengatakan, jika memang aturan nantinya mengharusnya caleg terpilih mundur. Apa boleh buat, harus dijalankan. Namun, ia tak mau berandai-andai sebelum adanya putusan resmi KPU terbaru. "Kita tunggu saja, tidak boleh mendahului sebelum ada regulasi resmi," tukasnya.

Wakil Ketua DPRD Sulsel ini menjelaskan alasan dia maju di Pilkada Sidrap. “Saya diberi arahan kk RMS untuk maju di Pilkada Sidrap, agar bisa kita kembalikan kejayaan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan di Kabupaten Sidrap lagi,” jelas Syahar.

Dia membeberkan sejumlah program yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Sidrap seperti BPJS gratis, UMKM dan perdagangan bisa dikuatkan lagi, sektor keagamaan harus diperhatikan ulama, pegawai syara’imam mesjid, guru mengaji, dan fasilitas jamaah mesjid bisa makmur ramai di setiap desa. Selain itu, infrastrukur di Kabupaten Sidrap, kata dia, harus semuanya kembali mulus. Begitu pun dengan pendapatan masyarakat harus dinaikkan.

Dan juga rumah tidak layak huni harus diperbaiki dan banyak lagi pekerjaan lain yang harus dituntaskan. “Jadi atas perintah partai ini selaku kader saya harus siap berjuang lagi. Walaupun sudah berhasil menjadi Ketua DPRD Sulsel tapi untuk perintah partai & KK RMS, harus berkorban untuk kemaslahatan dan perbaikan daerah Kabupaten Sidrap 2024-2029,” tegas Syahar.

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggara KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya mengaku masih menunggu petunjuk teknis (juknis) terkait mundur tidaknya caleg terpilih yang ingin maju di Pilkada 2024 ini.

"Saat ini baru ada PKPU tentang tahapan dan jadwal Pilkada 2024. Kaitan teknis pencalonan dan mekanisme, kami masih menunggu aturan atau juknis terlebih dahulu," ujarnya, Rabu (3/4/2024).

Menurutnya, adanya juknis soal pencalonan akan memberikan keterangan detail terkait caleg terpilih yang hendak maju di pilkada. Maka dia berharap aturan tersebut disesuaikan, karena tahapan Pilkada 2024 sudah dimulai.

"Ini akan menjadi rujukan bagi caleg maju pilkada mundur atau tidak, karena pendaftaran sebelum pelantikan. Sedangkan pemungutan suara sesudah pelantikan dewan. Intinya, kita menunggu PKPU terkait pencalonan," jelasnya.

Saat ini, potensi calon legislatif (caleg) terpilih tidak harus mundur saat maju di Pilkada 2024 belum sepenuhnya dijamin. Artinya bisa saja mundur. Meski KPU belum mengeluarkan aturan resmi pencalonan.

Namun kemungkinan mereka harus mundur dari kursi yang diraih kian membuat dilema sejumlah caleg terpilih yang dicalonkan maju di Piilkada serentak.

Adapun aturan kewajiban harus mundur sejatinya sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Di mana, pasal 7 ayat 2 telah menyatakan anggota DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota harus menyatakan pengunduran dirinya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.

Nah, jadwal inilah yang bersamaan dengan masa pendaftaran hingga penetapan pasangan calon, yang dimulai 27 Agustus hingga 22 September. Sehingga mereka mau tidak mau dihadapkan pada dua pilihan.

"Jadi, kami masih menunggu arahan dan petunjuk regulasi KPU RI selaku pimpinan. Antara mundur dari kursi anggota dewan jika ingin terus berkontestasi di pilkada, atau justru tetap bertahan sebagai anggota DPRD," tuturnya.

Adiwijaya menyebut, pihaknya pun belum dapat memastikan pengunduran diri untuk anggota legislatif yang mencalonkan diri dalam pilkada berlaku atau tidak.

"Mengingat pada periode sebelumnya, dapat mundur selama tahapan pilkada berlangsung. Kalau periode ini menunggu juknisnya terlebih dahulu," pungkasnya.

Direktur Politik Profetik Institute, Asratillah mengatakan, merujuk pada Hukum Tata Negara, maka MK merupakan interpreter hukum yang sifatnya final. Sehingga berdasarkan putusan MK nomor 12/2024 maka caleg terpilih mau tidak mau mengikuti keputusan tersebut.

“Berarti mesti mengundurkan diri jika ingin maju sebagai calon kepala daerah. Ini juga berarti bahwa Peraturan KPU nomor 2 Tahun 2024 mesti menyesuaikan diri dengan keputusan MK,” katanya.

Lalu bagaimana dengan implikasi politik dari putusan MK ini, Asratillah menyebutkan tentu ini akan membuat para figur potensial di Pilkada mengalami pertarungan politik yang lumayan panjang, setelah sekian lama bertarung di pileg dan menghabiskan sekian banyak sumber daya.

“Kini mesti tancap gas kembali untuk mendulang dukungan di November 2024 nanti. Mungkin ini memperbesar resiko politik bagi caleg terpilih, namun tidak dengan partai politik, karena perolehan kursi tetap alias tidak berubah,” ujarnya.

Namun di sisi lain, hal ini bisa menjadi momen bagi Parpol untuk menguji stamina tarung dari para kader-kader terbaiknya. Pileg dihitung sebagai kampanye pandahuluan jelang pilkada oleh parpol atau caleg terpilih dan akan maju lagi sebagai cakada.

“Walaupun di sisi lain, logika pileg dan pilkada sangat berbeda. Di Pileg satu partai mengkandidasi banyak orang, sedangkan di pilkada satu orang kemungkinan diusung oleh lebih dari satu partai,” pungkasnya. (Fahrullah-Suryadi/C)

  • Bagikan