JAKARTA, RAKYATSULSEL - Perubahan iklim bukan lagi sekadar prediksi ilmiah; kini dampaknya dapat disaksikan secara langsung. Salah satu isu yang hangat dibicarakan belakangan ini adalah rencana pemerintah membuka lahan hutan seluas dua kali luas Pulau Jawa. Langkah ini diklaim untuk memperkuat ketahanan pangan, energi, dan udara.
Potensi Ekonomi dan Dampak Lingkungan
Secara ekonomi, rencana ini berpotensi memberikan dampak positif. Menteri Kehutanan memperkirakan ada sekitar 1,1 juta hektare lahan yang dapat menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun melalui budidaya padi gogo. Jumlah ini setara dengan total impor beras Indonesia pada 2023. Selain itu, pemerintah juga merencanakan penanaman pohon aren sebagai sumber bioetanol. Dengan kapasitas produksi 24 ribu kiloliter bioetanol per hektare, jika 1,5 juta hektare aren ditanam, hasilnya dapat menggantikan impor bahan bakar minyak (BBM) sebesar 26 juta kiloliter.
Namun, langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Pembukaan 20 juta hektare hutan dikhawatirkan akan menambah daftar kasus deforestasi, yang berkontribusi terhadap krisis iklim dan kerusakan ekologis. Ketua Umum PB PMII, M. Shofiyulloh Cokro, menilai bahwa langkah ini membutuhkan kajian lebih mendalam. “Pemerintah seharusnya mengkaji lebih lanjut proyek ini karena dampak buruk dari deforestasi berpotensi merugikan masyarakat dan kekayaan alam Indonesia,” ujar Shofiyulloh, Minggu (5/1/2025), di Sekretariat PB PMII.
Alternatif Pemanfaatan Lahan Tidur
PB PMII melalui Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengusulkan alternatif solutif, yaitu pemanfaatan lahan tidur dan lahan marginal. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 2019, terdapat 20,5 juta hektare lahan tidur di Indonesia. Selain itu, Balitbang Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2015 mencatat luas lahan marginal mencapai 157 juta hektare. Jika dimanfaatkan, lahan ini dapat menjadi solusi tanpa perlu membuka hutan baru.
“Lahan tidur dan marginal adalah potensi besar yang selama ini terabaikan. Jika dikelola dengan baik, kita bisa menghindari dampak buruk dari deforestasi,” tegas Awal Madani Malla, Ketua Bidang LHK PB PMII. Ia juga menambahkan bahwa pembukaan 20 juta hektare hutan akan melepaskan emisi karbon dalam skala besar, yang pada akhirnya memicu bencana ekologis.
Ajakan untuk Diskusi Strategis
PB PMII menyatakan kesiapannya untuk membuka ruang diskusi dengan pemerintah guna merumuskan langkah strategis yang lebih ramah lingkungan. “Kami mendorong pemerintah untuk membuka dialog dengan berbagai pihak agar solusi yang diambil tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berkelanjutan secara ekologis,” tutup Awal.
Rencana pembukaan hutan 20 juta hektare ini menjadi perdebatan yang memerlukan kajian mendalam dan pertimbangan matang. Dengan dampak besar terhadap lingkungan dan masyarakat, diperlukan solusi yang tidak hanya efektif, tetapi juga berkelanjutan untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan dan energi di masa depan.