MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemerintah merencanakan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Pulau Barang Lompo, Makassar.
Ketua Komisi A DPRD Makassar Rahmat Taqwa Quraisy memutuskan menunda rapat karena data mengenai status lahan belum lengkap.
Pihaknya juga ingin terlebih dahulu melihat lokasi proyek secara langsung. Hal ini untuk mengumpulkan informasi terkait detailnya.
"Kita harus buka dulu, ini tanah atau reklamasi itu mau lihat jangan berandai-andai," jelasnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) di kantor DPRD Makassar, Jl AP Pettarani Makassar.
Camat Sangkarrang, Ramli Lallo mengatakan, itu dihadirkan untuk mengakomodir kebutuhan bahan bakar untuk nelayan dan masyarakat sekitar.
Selama ini terjadi disparitas harga. Jenis pertalite contohnya, di wilayah kepulauan dijual pengecer cukup mahal hingga Rp10 ribu dari harga jual sebesar Rp7.650 per liter.
"Kalau pertalite kan harga jualnya Rp7.650 itu sampai di masyarakat (pulau) sampai Rp10 ribu dengan adanya SPBU satu harga meringankan beban khususnya nelayan," ujarnya.
Namun, realisasi terkendala lokasi yang belum memiliki alas hak dan wewenang. Karena lokasi proyek di pesisir, proyek tersebut perlu mendapatkan persetujuan pemerintah provinsi Sulawesi Selatan.
"Batas pantai garis nol sampai 12 mil itu kewenangan Pemerintah Provinsi, meski ini untuk warga kita tidak boleh melabrak aturan. Kita tunggu peninjauan DPRD untuk kesesuaian nanti," jelasnya.
Adapun pembangunan SPBU di kepulauan Makassar itu akan menggunakan skema kerja sama dengan pihak ketiga. Pemerintah sejauh ini telah menunjuk PT Nusantara Jaya Mas selaku pelaksana.
Direktur, Muh. Saiful Malik menyampaikan kesiapannya membangun SPBU di pulau barang lompo. Mengenai realisasi, menunggu arahan pemerintah.
"Kami punya rekomendasi ijin prinsip. Belum ada pengerjaan baru ditanggul, itu di Baranglompo. Kami siap tetapi tidak ingin melanggar aturan," katanya.
Pembangunan SPBU di kepulauan merupakan bagian program pemerintah yaitu BBM satu harga.
Tujuannya, mengurangi disparitas harga dan menjamin keberlanjutan ketersediaan energi di tanah air terutama di daerah pedalaman, perbatasan dan terpencil, sehingga terciptanya akses energi yang merata dan berkeadilan bagi semua masyarakat tanpa terkecuali. (*)