Sanksi Pejabat Abai LHKPN

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi pesan khusus kepada calon presiden dan calon wakil presiden bila terpilih kelak. Presiden terpilih harus berani memecat pejabat negara-publik bila tak melaporkan harta kekayaan atau (LHKPN). KPK mencatat sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara abai membuat LHKPN. Lemahnya sanksi diduga menjadi pemicu pejabat negara mangkir membuat laporan tersebut.

Di Sulawesi Selatan pada sepanjang 2023, hampir seluruh kepala daerah dan pejabat lainnya tak ada yang memasukkan LHKPN ke KPK. Laporan terakhir mereka terdaftar 31 Desember 2022--selengkapnya lihat grafis. Meski begitu untuk tahun 2023, batas waktu pelaporan masih terbuka hingga Maret 2024.

Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango mengatakan presiden terpilih dapat berkomitmen untuk memecat para pejabat publik jika tidak patuh menyampaikan LHKPN secara benar.

"Beberapa hal yang kami minta untuk mendapat perhatian. Yang pertama, penguatan instrumen LHKPN," kata Nawawi di hadapan tiga pasangan capres-cawapres dalam acara Paku Integritas yang diselenggarakan di Gedung Juang, Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024) malam.

Nawawi menambahkan, di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, KPK dapat melakukan pendaftaran serta pemeriksaan LHKPN. Akan tetapi di dalam UU tersebut, tidak disebutkan sanksi yang tegas, selain hanya sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan terhadap kewajiban menyampaikan LHKPN.

"Akibatnya saat ini, kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara," imbuh Nawawi.

Bahkan realitanya saat ini, lanjut Nawawi, penyelenggara negara yang tidak menyampaikan LHKPN secara lengkap dan benar, tetap diangkat menjadi pembantu presiden atau jabatan publik lainnya.

"Untuk itu KPK meminta komitmen nyata dari capres-cawapres ketika nanti terpilih untuk menguatkan peran LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik, kepada pembantu presiden atau pimpinan instansi yang lembaganya tidak patuh terhadap kewajiban penyampaian LHKPN secara lengkap," ujar Nawawi.

Selain itu Nawawi juga berharap presiden nantinya bisa memberhentikan pejabat ketika dilakukan pemeriksaan LHKPN menunjukkan ada harta yang disembunyikan.

Di acara Paku Integritas itu, masing-masing calon presiden yakni Anies Baswedan mengatakan standar etik KPK harus dikembalikan, Prabowo Subianto mengatakan akan memberi sanksi kepada pejabat yang bohong dalam menyajikan LHKP, dan Ganjar Pranowo menyebutkan tidak boleh ada intervensi dalam kondisi apapun kepada KPK dan mencegah korupsi dengan memanfaatkan digitalisasi.

Masing-masing paslon sudah memiliki program andalan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Anies Baswedan akan memperkuat UU Perampasan Aset. Anies mengatakan hukuman yang paling ditakuti koruptor adalah kemiskinan.

"Mau kembalikan (mereka) pakai apa coba? Nggak bisa. Itu kenapa saya bilang kita dimiskinkan. Karena ada ruang untuk itu," ujar Anies.

Sementara itu, Prabowo bertekad memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Ia pun memperingatkan agar para koruptor berhati-hati.

"Kami bertekad memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Memberantas korupsi sampai akar-akarnya," ucap Prabowo.

Adapun Ganjar Pranowo pun punya jurus jitu untuk memberantas korupsi, yakni dengan menjebloskan para koruptor ke Nusakambangan. Menurut Ganjar, tindakan-tindakan yang lebih tegas sudah seharusnya dilakukan untuk memberi efek jera.

"Penguatan KPK, bikin KPK lebih independen, dan kita bawa pejabat yang koruptor ke Nusakambangan," kata Ganjar.

Komitmen para calon presiden tersebut disambut positif tim pemenangan di Sulawesi Selatan. Juru bicara Tim AMIN di Sulsel, Muhammad Ramli Rahim, mengatakan sangat setuju atas ketegasan KPK untuk para pejabat dan calon pejabat seperti capres-cawapres untuk menyampaikan LHKPN.

"Kami tim AMIN sangat respons atas ketegasan KPK soal itu. Artinya Capres 2024 mapun pejabat publik lainnya memang wajib melaporkan LHKPN, kami mendukung," kata Ramli, Kamis (18/1/2024).

Ramli mengatakan, bahwa pelaporan harta kekayaan merupakan salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi yang selaras dengan amanat strategi nasional pencegahan korupsi. Apalagi saat ini ada sebagian pejabat tidak melaporkan hartanya secara transparan ke dalam LHKPN.

"Padahal ada regulasi mengatur agar pejabat publik menyampaikan data-data harta kekayaan ke LHKPN. Ini perlu dipatuhi karena ada dasar aturannya," imbuh Ramli.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Gibran di Sulsel, Mudzakkir Ali Djamil mengatakan, pihaknya sangat mendukung langkah KPK yang memberi penekanan kepada calon presiden mengenai LHKPN. Menurut dia, perlu setiap jajaran pejabat mengedepankan transparansi LHKPN dengan seutuhnya.

"Kami mendukung, karena KPK pasti juga mau yang terbaik. Maka siapapun presiden ke depan harus mengutamakan soal LHKPN. Kalau ada yang tidak melapor, itu perlu sanksi tegas," imbuh Mudzakkir.

Adapun, juru bicara tim pemenangan Ganjar-Mahfud di Sulsel, Iqbal Arifin berpendapat bahwa persoalan LHKPN sudah diterapkan kepada pejabat hingga ke daerah untuk ditaati. Persoalan sekarang, kata dia, jika data KPK menunjukkan banyak pejabat negara yang LHKPN tidak lengkap, maka perlu juga ada sanksi tegas.

Oleh sebab itu, kata dia, jika kelak Ganjar-Mahfud menjadi presiden dan wakil presiden, tentu akan menjalankan aturan dengan baik untuk bawahan di kementerian sampai ke kepala daerah.

"Jadi, ini perlu ketegasan ke depan. Bagi pemimpin baru, khusus Ganjar-Mahfud kami yakin bisa menjalankan aturan bagi bawahan di pusat pusat dan daerah. Artinya kami mendukung untuk LHKPN, karena bagian dari transparansi patuh kepada negara," ujar Iqbal.

Direktur Politik Profetik Institute, Asratillah mengatakan pengabaian pelaporan LHKPN oleh sebagian pejabat negara menunjukkan bahwa mereka tidak mau berterus terang akan sumber kekayaannya.

“Sumber uang gelap merupakan salah satu momok bagi penyelenggaraan negara ini, karena akan berimplikasi pada rendahnya integritas moral aparat penyelenggara negara,” kata Asratillah.

Menurut dia, ke depan memang mesti ada mekanisme dan sanksi yang lebih tegas kepada para penyelenggara negara yang bandel.

“Mengapa mesti demikian? Karena mereka sedang mengelola sektor publik. Negara mesti memikirkan cara agar bisa dengan mudah mengidentifikasi dan menindaki jika ada aparatnya yang mencampuradukkan antara kekayaan pribadinya dengan keuangan negara,” tegas Asratillah.

dia mengatakan, sepakat atas pernyataan Anies bahwa marwah KPK mesti dikembalikan, karena selama ini publik cukup skeptis bahkan apatis dengan sepak terjang lembaga KPK.

“Saya juga sepakat dengan Ganjar, digitalisasi birokrasi yang dilakukan pemerintah masih sekadar aksesori terutama di tingkat kabupaten dan kota. Buktinya masih sering ditemukan adanya pungutan liar ataupun setoran-setoran liar saat ingin mengurus perizinan,” imbuh dia.

Pengamat hukum dari Universitas Hasanuddin Profesor Aminuddin Ilmar mengatakan kewajiban pelaporan LHKPN tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

"Dalam aturan, laporan harta kekayaan penyelenggara negara itu jadi kewajiban. Jadi mestinya kalau ada pejabat yang kemudian tidak melaporkan harta kekayaan mestinya ada peringatan dari KPK. Tapi selama ini kita lihat KPK juga tidak melakukan peringatan itu sehingga banyak juga yang tidak menyetor LHKPN," kata Ilmar.

"Kedua, KPK juga tidak melakukan evaluasi terhadap LHKPN yang masuk itu, misalnya apakah betul pelaporan LHKPN itu dijalankan atau tidak. Misalnya soal penambahan hartanya apakah ada atau tidak. Sebenarnya kan sudah ada undang-undang yang mewajibkan tentang itu, mestinya dijalankan dan ditindaklanjuti melalui laporan LHKPN itu, karena dari situlah bisa dilihat misalnya selama menjabat apakah terjadi penambahan yang wajar atau tidak wajar," sambung dia.

Menurut Ilmar, bila seorang pejabat negara jujur dalam melaporkan LHKPN, nanti bisa dikomparasi dengan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), apakah terdapat permasalahan selama menjabat atau tidak. Namun, minimnya pengawasan KPK membuat banyak pejabat memanipulasi informasi kekayaannya.

"banyak juga sekarang dalam kategori penyelundupan pajak. Sehingga kalau ini bisa dijalankan dengan baik (pengawasan), misalnya pejabat yang tidak melaporkan setelah menduduki jabatan maka dia bisa diberhentikan dengan hormat misalnya," imbuh Ilmar.

Dalam pemberian sanksi secara tegas bagi pejabat yang tidak melaporkan atau asal-asalan mengisi LHKPN juga disebut belum ada, termasuk sanksi pidana. Sehingga ke depan regulasi ini dinilai penting agar ada sanksi yang mengikat bagi pejabat 'nakal'. Pelapor LHKPN secara jujur oleh pejabat negara disebut sangat penting karena lewat dokumen itulah mereka bisa dikontrol, utamanya dari sisi pendapatannya apakah tergolong wajar atau tidak.

Sementara itu, pengamat politik Andi Lukman Irwan mengatakan LHKPN merupakan upaya yang dilakukan penyelenggaraan negara agar mereka tidak menyalahgunakan kewenangan sebagai pejabat. Meski begitu Lukman mendorong Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) harus melakukan pengecekan harta kekayaan setiap penyelenggara negara.

“Jadi jika ada hal-hal yang ganjil maka PPATK menyampaikan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti,” ujar Lukman.

Lukman mengatakan, yang harus menjadi perhatian yakni pendapatan para pejabat negara dan pengeluaran mereka. Jangan sampai ada di antara mereka hanya mendapatkan puluhan juta, namun pengeluarannya mencapai ratusan juta.

“Ini juga harus menjadi perhatian apakah ada pendapatan lain-lain atau tidak ada,” ujar dia.

Wakil Ketua Internal Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Anggareksa PS juga mengatakan, aturan mengenai LHKPN saat ini penting untuk direvisi. Mengingat sanksi administrasi yang dijatuhkan kepada pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran tidak efektif.

"Memang harus dibuatkan aturan baru atau revisi aturan mengenai kewajiban pelaporan LHKPN yang ada saat ini. Sanksi administrasi ternyata tidak efektif sehingga perlu juga diberikan sanksi pidana atau denda bagi pejabat yang tidak melaporkan LHKPN," ujar Anggareksa.

Sehingga, sambung Angga, bila regulasi mengenai LHKPN itu jelas, dan ketika dilakukan penelusuran dan ditemukan ada indikasi harta yang tidak wajar maka harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Termasuk penjatuhan sanksi pidana bagi yang bersangkutan.

"Termasuk juga presiden ataupun juga kepala daerah harus menjadikan kepatuhan mengisi LHKPN sebagai syarat utama sebelum memilih pejabatnya, baik menteri atau pejabat setingkat menteri dan lembaga serta para kepala dinas di daerah-daerah," imbuh dia. (suryadi-fahrullah-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan