Kental Dengan Budaya Santri, Seni Kedundangan Ingatkan Masyarakat untuk Beramal di Pengujung Ramadhan

  • Bagikan
Beramal Sebelum Berakhir

RAKYATSULSEL- Salah satu kesenian tradisi yang sering didengar masyarakat pesisir Gresik, namun jarang terpotret adalah Kesenian Kedundangan. Seni Kedundangan merupakan tradisi lokal, yang secara turun temurun dilestarikan warga di pesisir Gresik, khususnya di Kelurahan Lumpur dan sekitarnya.

Tradisi Kedundangan juga pernah tampak dilakukan beberapa anak-anak kecil di Kelurahan Lumpur, Kecamatan/Kabupaten Gresik. Dengan penuh semangat, mereka bergerak dari pintu ke pintu membawa sebuah kotak amal. Mereka mengajak warga sekitar untuk beramal jariah.

Asal Usul Tradisi Kesenian Kedundangan

Belum diketahui pasti, kapan tradisi kesenian Kedundangan di Kelurahan Lumpur perkampungan pesisir yang lekat dengan tokoh Kiai Sindujoyo itu, digelar untuk pertama kali. Penggagas tradisi Kedundangan apakah dari pengikut atau para santri Kiai Sindujoyo atau jauh pasca era dakwah agama Islam oleh santri Wali Songo Sunan Prapen tersebut.

Namun, tradisi itu telah hadir dan terus lestari sejak ratusan tahun silam. Menurut Budayawan Kabupaten Gresik Fatah Yasin, tradisi kesenian Kedundangan merupakan tradisi masyarakat lokal Kelurahan Lumpur yang secara turun temurun memiliki peran dalam mengingatkan Ramadhan akan segera berakhir.

”Tradisi kesenian Kedundangan pada intinya untuk mengingatkan kita pada 10 hari terakhir puasa Ramadhan. Dimulai malam 21 atau malam selikur,” kata Fatah Yasin.

Fatah Yasin menjelaskan, kesenian Kedundangan dilakukan beberapa anak. Masing-masing memiliki tugas dan peran.

”Ada yang bertugas memimpin bacaan Salawat. Ada yang menabuh terbang. Ada yang bawa kotak amal jariah secara tertib sambil keliling kampung,” terang Fatah Yasin.

Menurut dia, kesenian Kedundangan berasal dari irama yang muncul dari alat yang dipakai. Seperti tradisi adat temu pernikahan yaitu Tuk-Nong sebelum agama Islam masuk di Kabupaten Gresik.

”Seperti tradisi adat Tuk-Nong dari irama alat yang dipakai dari nama alat Ketuk dan Kenong. Awalnya tradisi kesenian Kedundangan itu selain rebana juga menggunakan alat jidor dan kendang,” terang Fatah Yasin. (jp/raksul)

  • Bagikan